Tuesday 14 January 2014

KOLEKTIVITAS UNTUK BANGSA


Miris sekali setelah mengetahui informasi yang telah menggambarkan bobroknya moral bangsa tercinta ini. Bagaimana tidak? Data akhir tahun yang dihimpun komisi nasional Perlindungan Anak (komnas PA) menunjukkan angka memprihatinkan. Sebanyak 82 pelajar tewas sepanjang 2012 dari 147 kasus tawuran, yang pada tahun sebelumnya terdapat 128 kasus. meningkatnya kasus tawuran yang telah terjadi pada generasi bangsa tersebut merupakan PR kita bersama demi kamajuan bangsa karena  kelak mereka  akan menjadi pewaris bangsa seutuhnya. Bagaimana keadaan Indonesia di tahun 2020 jika para penerus mempunyai moral yang sangat minim, tak lagi menyukai kebersamaan dan kedamaian? Sedikit atau banyak pasti terbesit dalam benak kita gambaran bagaimana kondisi bangsa saat itu. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mencari ilmu akan berubah menjadi ajang permusuhan bagi setiap siswa, baik dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah, yang seharusnya merasa nyaman dan aman malah merasa khawatir apakah pulang sekolah nanti ia akan tetap hidup atau terkapar lemah di jalan  akibat tawuran.
Fenomena sepeti ini jelas bertentangan dengan cita- cita bangsa. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pada pasal 3. Yang di dalamnya menyebutkan “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa  Negara, berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi  manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab”.

Dari sini terlitas sebuah pertanyaan, apa yang sebenarnya telah diajarkan di sekolah?  Dimana sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu, mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak yang baik, tapi tidak demikian. memang tidak salah jika menganggap bahwa  sekolah merupakan tempat untuk mencari ilmu baik formal maupun nonformal, namun tidak seutuhnya tanggung jawab dalam pencapaian cita-cita bangsa tersebut dilimpahan kepada sekolah, karena hakikatnya pendidikan karakter tersebut tidak hanya melalui pemberian materi di sekolah saja  melainkan harus ada praktek dalam kehidupan nyata dan itu diperoleh dari tempat dimana anak tersebut berada.

Keterlibatan keluarga
Penerapan pendidikan karakter yang paling efektif ialah bermula dari sektor yang paling dekat dengan kita, yaitu keluarga. Perlu kita sadari bahwa keluarga berperan penting dalam menumbuhkan bibit- bibit karakter yang unggul dari setiap individu. Kita lihat saja, saat anak kecil baru belajar bicara, pasti kalimat- kalimat yang sering ia dengar dari keluarga- lah yang paling cepat untuk diikutinya. Begitupun dengan prilaku, membuang sampah pada tempatnya misalnya, jika semula seorang anak itu melihat contoh yang baik dari keluarganya secara tidak langsung itu merupakan pendidikan dari anggota keluarga tersebut. Dengan ini patutnya seorang ayah, sebagai kepala keluarga mengajak dan menghimbau kepada setiap anggota keluarganya untuk membiasakan hidup yang baik. Kalau saja orang tua dapat menempatkan posisi mereka sebagai uswatun khasanah ( suri tauladan yang baik) bagi anak- anaknya, ini merupakan tahap permulaan yang paling ideal.
Jika seorang anak sudah terbiasa dengan lingkungan yang baik maka secara otomatis ketika menuju dunia yang luas ia akan terbiasa dengan kebaikan itu pula, namun adakalanya orang tua juga memberi  gambaran kepada anak-anaknya bagaimana kondisi kehidupan diluar rumah, sehingga anak bisa memprediksikan dan menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin menikam. Dalam hal kejujuran misalnya, orang tua menunjukkan berbagai sisi tentang bagaimana berkata dengan jujur, dan  memberikan gambaran bahwa dalam dunia luar kejujuran yang sebenarnya merupakan etika yang berharga dan tidak bisa dibeli namun dalam dunia yang semakin luar  hal itu bisa dibeli, dengan begitu anak bisa antisipasi agar hal itu tidak terjadi pada diri mereka.
Kolektivitas
Dalam pelaksanaanya pendidikan karakter untuk generasi bangsa tidak hanya merupakan tanggung jawab sekolah melainkan tanggung jawab bersama. Hal ini ditunjukkan dengan perlu melibatkan berbagai pihak untuk memaksimalkan langkah ini. Perlu adanya kolektivitas antara sekolah, keluarga, lingkungan serta aparat kepolisian. Karena jika semua pihak mendukung adanya pendidikan karakter tentunya akan lebih mudah untuk mendapatkan hasilnya, berikut beberapa tindakan yang membantu dalam pembentukan karakter yang baik:
Pertama, dalam lingkup keluarga dan lingkungan. Agaknya sebuah lingkungan itu diadakan penyuluhan atau pengajian yang mana memberikan informasi tentang pentingnya karakter yang baik bagi masa depan, tidak hanya itu, dari pihak orang tua pun harus memberikan contoh prilaku yang baik bagi anak- anak mereka sebagai bentuk praktik dari materi yang telah diberikan. Hal ini merupakan bentuk kerjasama yang ideal dalam sebuah lingkungan guna mewujudkan cita-cita bersama.
Kedua, dalam lingkup sekolah. Di sekolah, peraturan- peraturan yang dibuat oleh pimpinan sekolah haruslah sesuai dengan tatakrama dan adab yang baik. Seperti halnya menghormati guru, hal ini termasuk dalam tatakrama belajar mengajar yang telah dimuat dalam tuntunan agama, yakni terdapat dalam kitab ta’lim muta’allim. Tidak hanya itu, patutnya guru pun demikian, harus bisa menjadi suritauladan yang baik bagi murid- muridnya. Yakni tidak menunjukkan prilaku yang buruk, seperti merokok di kelas saat mengajar, ini merupakan contoh yang buruk dan bahkan menimbulkan dampak yang buruk pula bagi kesehatan. Namun hal inilah yang kerap terjadi, membuat aturan namun dilanggar sendiri.
Ketiga, dalam lingkup aparat kepolisian. Terlibatnya aparat keamanan Negara ini merupakan salah satu langkah yang paling berpengaruh jika sudah terjadi hal yang tidak diinginkan. Seperti, jika suatu ketika di luar sekolah dan lingkungan rumah terjadi tawuran, ini merupakan tugas aparat kepolisisan yang menghentikannya, atau bila perlu memberikan sanksi yang menajadikan murid tersebut jera dan tidak menguangi lagi. Karena tidak jarang, adanya tawuran ini menghambat kestabilian lalu lintas jalan raya, Hal ini menunjukkah bahwa aparat kepolisisan harus selalu siap siaga mengamankan  dan menstabilkan Negara.
Sebenarnya beberapa langkah tersebut sudah dijalankan di berbagai daerah, namun kurangnya tanggung jawab dari beberapa pihaklah yang menjadikan hasil kurang maksimal. Banyak cara lain untuk membentuk karakter yang baik, namun semua itu harus diimbangi dengan rasa memiliki dan tanggung jawab bersama, karena merupakan pokok dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa demi masa depan bersama. 

No comments:

Post a Comment