Monday 18 November 2013

seputar Gender :D



Identitas gender

Perbincangan tentang gender, kini telah menjadi sebuah kebudayaan baru mengenai hubungan laki-laki dan perempuan yang telah menempatkan dan mendorong kata kesetaraan, sebagai sebuah ikon penting dalam merekonstruksi  sebuah kultur yang dibuat, dibangun untuk menegakkan hubungan yang setara dan adil dalam kemajuan bersama untuk mencapai derajat mutu manusia.

Gender adalah kontruksi sosio budaya yang merupakan sebuah ikon dari kontruksi hubungan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Yang lebih popular disebut dengan relasi gender.prilaku mengenai relasi antara laki-laki dan perempuan disebut budaya gender.[1]

Gender sebagai alat analisis umumnya dipergunakan oleh penganut aliran ilmu social konflik yang memusatkan pada ketidakadilan structural dan sistem yang disebabkan oleh gender. Gender, sebagaimana dituturkan oleh Oakley (1992) dalam sex, gender and society adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat tuhan. Perbedaan biologis yakni perbedaan jenis kelamin (seks) adalah kodrat tuhan, karenaNya secara permanen berbedasementara gender adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang socially constructed, yakni perbedaan yang bukan kodrat Than, melainkan diciptakan oleh baik kaum laki-laki maupun perempuan melalui proses social dan budaya yang panjang. Caplan (1987) dalam the cultural construction of sexuality menguraikan bahwa perbedaan prilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar biologi, namun melalui proses social dan cultural. Oleh karena itu, gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas, sementara jenis kelamin (seks) akan tetap tidak berubah.[2]  

Peran gender

Perbedaan antara laki-laki dan perempuan secara biologis sudah terjadi sejak masa perkembangan embriologis. Hanya saja dalam kenyataan historis ternyata hampir semua etnis bangsa-bangsa di dunia, seringkali perbedaan biologis itu diterjemahkan terlalu jauh dalam peran gender. Terjadi kesenjangan dikotomis dalam peran gender yang tidak proposional dan sangat merugikan martabat perempuan. Dan karena ketidakadilan gender itu sudah berlangsung dari generasi ke generasi di hampir seluruh etnis bangsa-bangsa, maka ketidakadilan itu menjadi sulit diidentifikasi ketidakadilannya. Bahkan ketika islam dating untuk mengembalikan kehormatan dan martabat perempuan, baik dalam konsep ajaran maupun dalam contoh keteladanan yang diberikan rasululloh SAW, umat dan  bangsa muslim masih juga belum mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan social mereka.

Ketidakadilan peran gender yang sudah membudaya tersebut akan mengakibatkan dampak negatife seperti tindakan kekerasan dan pelecehan serta beban kerja domestic yang terlalu banyak. Dari sinilah kesetaraan gender tersebut berperan, yakni dengan tujuan untuk mendapatkan hak dan kewajiban yang sama antara kaum laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan islam pun demikian, mereka merupakan kelompok umat manusia yang satu. Atas dasar ini, maka hak dan kewajiban mereka adalah sama. Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan di dalam mengajak manusia kepeda keimanan. Allah berfirman, “katakanlah, ‘hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua’ .” ( Q.s al-a’raf: 158)[3]

Diantara hak dan kewajiban yang sama antara laki-laki dan perempuan adalah:

1. islam telah mempersamakan berbagai kewajiban yang berkaitan dengan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Dari segi kewajiban melaksanakannya. allah berfirman “dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat” (Q.s an-nur: 56)[4]                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      
2. islam menganjurkan kepada setiap laki-laki dan perempuan untuk menghiasi dirinya dengan perangkai yang terpuju atau akhlaqul karimah. Allah menyatakan dalam al qur’an, “hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang- orang yang sabar” (Q.s al- baqarah: 153)[5]

3. islam mempersamakan antara laki-laki dan perempuan dalam tata hokum muamalat, seperti jual-beli, sewa-menyewa, wakalah, kafalah dan akad-akad yang berhubungan dengan sesame manusia. Allah berfirman, “hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (Q.s al-maidah: 1)[6]
Jika diperhatikan, semua nash yang berkaitan dengan muamalah ini bersifat umum dan berlaku untuk laki-laki dan perempuan[7]

4. islam menyamakan sanksi terhadap keduanya bila melanggar hokum alllah. Sebagai contoh, Allah menyatakan “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka daralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepeda keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah dan hari akhirat ” (Q.s an-nur: 2)[8]

5. islam mewajibkan menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada umat islam tanpa membedakan jenis laki-laki dan perempuan. Allah menyatakan “maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui” (q.s al-anbiya’: 7)

Adapun persamaan kedudukan perempuan dengan laki-laki menurut al-qur’an antara lain:

1. dari segi pengabdian: islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam pengabdian. Perbedaan yang dijadikan ukuran untuk memuliakan dan merendahkan derajat mereka hanyalah nilai pengabdian dsan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Dalam al Qur’an, surat al hujurat: 13 “wahai seluruh manusia, sesunggunhnya kami telah menciptakan kamu terdiri dari laki-laki dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa bangsa dan bersuku suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang termulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa” [9]

Laki-laki dan perempuan sama-sama berhak masuk surga, sama-sama diperbolehkan turut berpartisipasi dan berlomba-lomba melakukan kebajikan, mengabdi kepada masyaraakat, Negara dan agama.[10] Dasar persamaan ini ditegaskan dalam quran surat an-nahl:27,  “barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”

Sehubungan dengan hal ini,lihat pula surat ali imran: 194, at-taubah: 71, al-ahzab: 35

2. dari segi status kejadian: al quran menerangkan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan Allah dalam sederajat yang sama, sebagaimana firman Allah dlam surat an-nisa: 1 “hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan dari padanya Allah telah menciptakan pasangan dan daripada keduanya Allah memperkembangkan laki-laki dan perempuan yang banyak”[11]

Ayat tersebut merupakan penegasan . bahwa zat untuk penciptaan manusia tidak ada perbedaan, antara zat yang digunakan untuk menciptakan laki-laki dengan perempuan, karena keduanya berasal dari jenis yang sama. Al-quran tidak pernah menyebutkan bahwa perempuan pertama (hawa) yang diciptakan oleh Allah adalah suatu ciptaan yang mempunyai ,artabat yang lebih rendah daripada laki-laki (adam). Oleh sebab itu, status kejadian laki-laki sama dengan status kejadian perempuan.

3. dari segi mendapat godaan: di dalam al-qur’an disebutkan, bahwa godaan dan rayuan iblis berlaku bagi laki-laki dan perempuan, sebagaimana halnya adam dan hawa. Godaan dan rayuan setan menyebabkan adam dan hawa di deportasikan dari surga yang disebutkan dalam al-qur’an, dibentuk dalam kata yang menunjukkan kebersamaan keduanya, tanpa perbedaan, sebagaimana disebutkan dalam al-qur’an, surat al-a’raf: 20 “maka setan membisikkan pikiran jahat pada keduanya”[12]

Ayat di atas disebutkan dalam bentuk mutsannah, yang menunjukkan dua orang, yakni laki-laki dan perempuan (adam dan hawa), bukan berbentuk mufrad. Kalaupun ada kalimat yang berbentuk mufrad dalam masalah tertentu, tetapi kalimat itu justru mennjukkan kepada laki-laki (adam),sebagai pemimpin dari istrinya, sebagaimana disebutkan dalam surat at-thoha: 120 “kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya (adam) dan berkata, ‘hai adam, maukah kutunjukkan kepadamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akna punah’?”

Ayat tersebut merupakan sanggahan terhadap pendapat yang mengatakan, bahwa perempuanlah (hawa) yang digoda dan diperalat oleh setan, sehingga manusia terusir dari surga. Dengan demikian, tidak benar tuduhan bahwa perempuanlah sebagai sumber dari segala bencana.[13]

4. dari segi kemanusiaan: sebelum islam datang, sebagian bangsa arab mengubur hidup-hidup bayi perempuan karena alasan takut miskin atau tercemar namanya. Hal ini disebut dalam al-qur’an surat an-nahl: 58 “dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, hitam (merah padamlah) wajahnya dan ia sangat bersedih (marah). Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya itu, (ia berpikir) apakah ia memeliharanya dan menanggung kehinaan atau menguburnya ke dalam tanah (hidup-hidup). Ketahuilah, alangkah buruk apa yang mereka tetapkan itu”

Ayat ini dan semacamnya, menolak pandangan yang membedakan laki-laki dan perempuan, khususnya dalam bidang kemanusiaan, dimana Allah menegaskannya dalam ayat tersebut. Alangkah buruknya yang mereka tetapkan tersebut.[14]  

Penjelasan-penjelasan tersebut menguatkan bahwasannya kesetaraan gender tersebut sudah terjadi dalam pandangan islam, namun masih banyak kalangan yang sangat membedakan antara hak dan kewajiban diantara keduanya.

B. kepemimpinan wanita
Q.s. At-taubah: 21

 dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, sebagian dari mereka (adalah)menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh( mengerjakan)yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembayang, menunaikan zakat dan mereka ta’at kepada Allah dan rasul Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.
     
   Ayat ini mengisyaratkan kemungkinan laki-laki dan perempuan dapat menjadi pemimpin atau berposisi dalam arti menyeru dalam kebenaran dan mencegah kebatilan. Kalimat ynag terdapat dalam ayat itu menunjukkan, adanya pengertian pemegang otoritas, tentu bukan saja dalam lingkup domestik seperti rumah tangga tetapi juga di wilayah publik, sebagaimana konteks ayat ini menyebutkan. Perempuan diidealisasikan memiliki kemandirian politik (60:12)

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا جَاءَكَ الْمُؤْمِنَاتُ يُبَايِعْنَكَ عَلَى أَنْ لَا يُشْرِكْنَ بِاللَّهِ شَيْئًا وَلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِينَ وَلَا يَقْتُلْنَ أَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِينَ بِبُهْتَانٍ يَفْتَرِينَهُ بَيْنَ أَيْدِيهِنَّ وَأَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِينَكَ فِي مَعْرُوفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

 dan kemandirian ekonomi guna memperoleh kehidupan yang layak (16: 97).

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

 Perempuan dan laki-laki mempunyai kapasitas yang sama sebagai hamba (4:124)

وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا

 dan khalifah (2:30).

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

 Bahkan al-qur’an menyerukan ‘perang’ terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (3:75)

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لَا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلَّا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا
  ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الْأُمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
, oleh karena itu, semua penafsiran yang bersifat menindas atau mengesampingkan peran perempuan sudah semestinya ditinjau ulang, karena tidak sejalan dengan semangat dasar al-qur’an.
     
   Sebagai sebuah perbandingan, para pemikir muslim kontemporer mencoba menafsirkan ayat tersebut ke arah penafsiran yang mengandung kesetaraan dan keadilan. Fazlur rahman misalnya, seorang srjana asal pakistan yang banyak mengkaji tentang metodologi tafsir klasik, menjelaskan perbedaan laki-laki dan perempuan bukanlah perbedaan haqiqi tetapi fungsional. Jika seorang istri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri, baik karena warisan atau kemampuannya sendiri, dan memberikan sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan suaminya akan berkurang karena sebagai seorang manusia, ia tidak memiliki keunggulan dibanding istrinya.

Senada dengan fazlur rahman, amina wadud muhsin, seorang aktivis perempuan muslim yang tinggal di amerika, menyatakan laki-laki adalah pemimpin atas perempuan tidaklah dimakhsudkan untuk memberikan suprioritas kepada laki-laki secara otoritas melekat pada semua individu tetapi hanya terjadi secara fungsional yakni selama laki-laki tersebut memenuhi kriteria yang disebutkan al-qur’an:

1. jika laki-laki tersebut mampu membuktikan kelebihannya.
2. mampu memberikan nafkah terhadap keluarganya.
3. kelebihan yang dijamin al-qur’an terhadap laki-laki adalah warisan, dimana laki-laki mendapat dua bagian dari kaum perempuan. Kelebihan itu harus digunakan laki-laki untuk mendukung perempuan. 







[1] Qodry A, wahid M. Pemikiran islam kontemporer di Indonesia.ternate 2005 (bag II: 93)
membincang feminism, 1996
[3] lihat surat fushilat: 33, ali imran: 144 dan lainnya.
[4] Lihat surat al ahzab: 33, al baqarah: 183, ali imran: 97.
[5] Lihat surat ali imran: 102, al-anfal: 27, al hujurat: 11-12, al-ahzab: 35.
[6] Lihat surat an-nisa’: 29, 32 dsb.
[7] Dr. abdul hay al-farmawy, sholawatun fi awamil mar’ah, maktabut turots al-islami. Kairo, hlm 98
[8]  Lihat masalah qadhaf (Qs. An-nur: 4-5), masalah pencuri (al-maidah: 38), masalah qishas (Q.s al-baqarah: 178)
[9]  Hamka, Prof. Dr< kedudukan perempuan dalam islam.
[10]  Rasyid ridho, muhammad, huququ an-nisa fi al islam
[11] Huzaemah T., “konsep wanita menurut qur’an, sunnah, fiqh”, dalam wanita indonesia dalam kajian tekstial dan kontekstual.
[12] Shihab, quraish, “konsep wanita menurut qur’an, hadist, dan sumber-sumber ajaran islam” dalam  wanita indonesia dalam tekstual dan kontekstual.
[13]  As-suyuthi, al-jami’ as- shagir.

[14] Syalthur, Prof. Dr. Mahmud, islam aqidah wa syari’ah

No comments:

Post a Comment