Miris sekali setelah mengetahui
informasi yang telah menggambarkan bobroknya moral bangsa tercinta ini.
Bagaimana tidak? Data akhir tahun yang dihimpun komisi nasional Perlindungan
Anak (komnas PA) menunjukkan angka memprihatinkan. Sebanyak 82 pelajar tewas
sepanjang 2012 dari 147 kasus tawuran, yang pada tahun sebelumnya terdapat 128
kasus. meningkatnya kasus tawuran yang telah terjadi pada generasi bangsa
tersebut merupakan PR kita bersama demi kamajuan bangsa karena kelak mereka akan menjadi pewaris bangsa seutuhnya.
Bagaimana keadaan Indonesia di tahun 2020 jika para penerus mempunyai moral
yang sangat minim, tak lagi menyukai kebersamaan dan kedamaian? Sedikit atau
banyak pasti terbesit dalam benak kita gambaran bagaimana kondisi bangsa saat
itu. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mencari ilmu akan berubah
menjadi ajang permusuhan bagi setiap siswa, baik dalam lingkup sekolah maupun
luar sekolah, yang seharusnya merasa nyaman dan aman malah merasa khawatir
apakah pulang sekolah nanti ia akan tetap hidup atau terkapar lemah di jalan akibat tawuran.
Fenomena sepeti ini jelas
bertentangan dengan cita- cita bangsa. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 20
tahun 2003 tentang system pendidikan nasional pada pasal 3. Yang di dalamnya
menyebutkan “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa Negara, berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung
jawab”.
Dari sini terlitas sebuah pertanyaan, apa yang sebenarnya telah diajarkan di sekolah? Dimana sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu, mengembangkan kemampuan dan pembentukan watak yang baik, tapi tidak demikian. memang tidak salah jika menganggap bahwa sekolah merupakan tempat untuk mencari ilmu baik formal maupun nonformal, namun tidak seutuhnya tanggung jawab dalam pencapaian cita-cita bangsa tersebut dilimpahan kepada sekolah, karena hakikatnya pendidikan karakter tersebut tidak hanya melalui pemberian materi di sekolah saja melainkan harus ada praktek dalam kehidupan nyata dan itu diperoleh dari tempat dimana anak tersebut berada.
Keterlibatan keluarga
Penerapan pendidikan karakter yang
paling efektif ialah bermula dari sektor yang paling dekat dengan kita, yaitu
keluarga. Perlu kita sadari bahwa keluarga berperan penting dalam menumbuhkan
bibit- bibit karakter yang unggul dari setiap individu. Kita lihat saja, saat
anak kecil baru belajar bicara, pasti kalimat- kalimat yang sering ia dengar
dari keluarga- lah yang paling cepat untuk diikutinya. Begitupun dengan
prilaku, membuang sampah pada tempatnya misalnya, jika semula seorang anak itu
melihat contoh yang baik dari keluarganya secara tidak langsung itu merupakan
pendidikan dari anggota keluarga tersebut. Dengan ini patutnya seorang ayah,
sebagai kepala keluarga mengajak dan menghimbau kepada setiap anggota keluarganya
untuk membiasakan hidup yang baik. Kalau saja orang tua dapat menempatkan
posisi mereka sebagai uswatun khasanah ( suri tauladan yang baik) bagi
anak- anaknya, ini merupakan tahap permulaan yang paling ideal.
Jika seorang anak sudah terbiasa dengan
lingkungan yang baik maka secara otomatis ketika menuju dunia yang luas ia akan
terbiasa dengan kebaikan itu pula, namun adakalanya orang tua juga memberi gambaran kepada anak-anaknya bagaimana kondisi
kehidupan diluar rumah, sehingga anak bisa memprediksikan dan menyiapkan diri
untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin menikam. Dalam hal kejujuran
misalnya, orang tua menunjukkan berbagai sisi tentang bagaimana berkata dengan
jujur, dan memberikan gambaran bahwa
dalam dunia luar kejujuran yang sebenarnya merupakan etika yang berharga dan
tidak bisa dibeli namun dalam dunia yang semakin luar hal itu bisa dibeli, dengan begitu anak bisa
antisipasi agar hal itu tidak terjadi pada diri mereka.
Kolektivitas
Dalam pelaksanaanya pendidikan karakter untuk generasi bangsa tidak
hanya merupakan tanggung jawab sekolah melainkan tanggung jawab bersama. Hal
ini ditunjukkan dengan perlu melibatkan berbagai pihak untuk memaksimalkan
langkah ini. Perlu adanya kolektivitas antara sekolah, keluarga, lingkungan
serta aparat kepolisian. Karena jika semua pihak mendukung adanya pendidikan
karakter tentunya akan lebih mudah untuk mendapatkan hasilnya, berikut beberapa
tindakan yang membantu dalam pembentukan karakter yang baik:
Pertama, dalam lingkup keluarga dan lingkungan. Agaknya sebuah
lingkungan itu diadakan penyuluhan atau pengajian yang mana memberikan
informasi tentang pentingnya karakter yang baik bagi masa depan, tidak hanya
itu, dari pihak orang tua pun harus memberikan contoh prilaku yang baik bagi
anak- anak mereka sebagai bentuk praktik dari materi yang telah diberikan. Hal
ini merupakan bentuk kerjasama yang ideal dalam sebuah lingkungan guna
mewujudkan cita-cita bersama.
Kedua, dalam lingkup sekolah. Di sekolah, peraturan- peraturan
yang dibuat oleh pimpinan sekolah haruslah sesuai dengan tatakrama dan adab
yang baik. Seperti halnya menghormati guru, hal ini termasuk dalam tatakrama
belajar mengajar yang telah dimuat dalam tuntunan agama, yakni terdapat dalam
kitab ta’lim muta’allim. Tidak hanya itu, patutnya guru pun demikian,
harus bisa menjadi suritauladan yang baik bagi murid- muridnya. Yakni tidak
menunjukkan prilaku yang buruk, seperti merokok di kelas saat mengajar, ini
merupakan contoh yang buruk dan bahkan menimbulkan dampak yang buruk pula bagi
kesehatan. Namun hal inilah yang kerap terjadi, membuat aturan namun dilanggar
sendiri.
Ketiga, dalam lingkup aparat kepolisian. Terlibatnya aparat
keamanan Negara ini merupakan salah satu langkah yang paling berpengaruh jika
sudah terjadi hal yang tidak diinginkan. Seperti, jika suatu ketika di luar
sekolah dan lingkungan rumah terjadi tawuran, ini merupakan tugas aparat
kepolisisan yang menghentikannya, atau bila perlu memberikan sanksi yang
menajadikan murid tersebut jera dan tidak menguangi lagi. Karena tidak jarang,
adanya tawuran ini menghambat kestabilian lalu lintas jalan raya, Hal ini
menunjukkah bahwa aparat kepolisisan harus selalu siap siaga mengamankan dan menstabilkan Negara.
Sebenarnya beberapa langkah tersebut sudah dijalankan
di berbagai daerah, namun kurangnya tanggung jawab dari beberapa pihaklah yang
menjadikan hasil kurang maksimal. Banyak cara lain untuk membentuk karakter
yang baik, namun semua itu harus diimbangi dengan rasa memiliki dan tanggung jawab
bersama, karena merupakan pokok dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa demi masa
depan bersama.
No comments:
Post a Comment